SEJARAH JAWA BARAT
Jawa Barat adalah sebuah provinsi di Indonesia. Ibu kotanya berada di Kota Bandung. Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi
Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia
(staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk berdasarkan UU No.11
Tahun 1950, tentang Pembentukan Provinsi Jawa Barat. Jawa Barat merupakan
provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia. Bagian barat laut
provinsi Jawa Barat berbatasan langsung dengan Daerah Khusus
Ibukota Jakarta, ibu kota negara Indonesia. Pada tahun 2000,
Provinsi Jawa Barat dimekarkan dengan berdirinya Provinsi Banten,
yang berada di bagian barat. Saat ini terdapat wacana untuk mengubah nama
Provinsi Jawa Barat menjadi Provinsi Pasundan,
dengan memperhatikan aspek historis wilayah ini. Namun hal ini mendapatkan
penentangan dari wilayah Jawa Barat lainnya seperti Cirebon dimana tokoh
masyarakat asal Cirebon menyatakan bahwa jika nama Jawa Barat diganti dengan
nama Pasundan seperti yang berusaha digulirkan oleh Bapak Soeria Kartalegawa
tahun 1947 di Bandung maka Cirebon akan segera memisahkan diri dari Jawa Barat,
karena nama "Pasundan" berarti (Tanah Sunda) dinilai tidak
merepresentasikan keberagaman Jawa Barat yang sejak dahulu telah dihuni juga
oleh Suku Betawi dan Suku Cirebon serta telah dikuatkan dengan keberadaan
Peraturan Daerah (Perda) Jawa Barat No. 5 Tahun 2003 yang mengakui adanya tiga
suku asli di Jawa Barat yaitu Suku Betawi yang berbahasa Melayu dialek Betawi, Suku Sunda yang berbahasa Sunda dan Suku Cirebon yang berbahasa Bahasa Cirebon (dengan keberagaman dialeknya).
Temuan arkeologi di Anyer
menunjukkan adanya budaya logam perunggu dan besi sejak sebelum milenium
pertama. Gerabah tanah liat prasejarah zaman Buni (Bekasi kuno) dapat ditemukan
merentang dari Anyer sampai Cirebon. Jawa Barat pada abad ke-5 merupakan bagian dari
Kerajaan Tarumanagara. Prasasti peninggalan
Kerajaan Tarumanagara banyak
tersebar di Jawa Barat. Ada tujuh prasasti yang ditulis dalam aksara Wengi
(yang digunkan dalam masa Palawa India) dan bahasa Sansakerta yang sebagian
besar menceritakan para raja Tarumanagara. Setelah runtuhnya kerajaan Tarumanagara, kekuasaan di bagian barat Pulau Jawa dari
Ujung Kulon sampai Kali Serayu dilanjutkan
oleh Kerajaan Sunda. Salah satu prasasti
dari zaman Kerajaan Sunda adalah prasasti Kebon Kopi II yang berasal dari tahun
932. Kerajaan sunda beribukota di Pakuan Pajajaran (sekarang kota Bogor). Pada
abad ke-16, Kesultanan Demak tumbuh menjadi saingan ekonomi dan politik
Kerajaan Sunda. Pelabuhan Cerbon (kelak menjadi Kota Cirebon) lepas dari Kerajaan Sunda karena pengaruh
Kesultanan Demak. Pelabuhan ini kemudian tumbuh menjadi Kesultanan Cirebon yang memisahkan diri dari Kerajaan
Sunda. Pelabuhan Banten juga lepas ke tangan Kesultanan Cirebon dan kemudian
tumbuh menjadi Kesultanan Banten.
Untuk menghadapi ancaman ini, Sri Baduga Maharaja, raja Sunda saat itu,
meminta putranya, Surawisesa untuk
membuat perjanjian pertahanan keamanan dengan orang Portugis di Malakauntuk
mencegah jatuhnya pelabuhan utama, yaitu Sunda Kalapa, kepada Kesultanan Cirebon dan Kesultanan Demak.
Pada saat Surawisesa menjadi
raja Sunda, dengan gelar Prabu Surawisesa Jayaperkosa, dibuatlah perjanjian
pertahanan keamanan Sunda-Portugis, yang ditandai dengan Prasasti Perjanjian
Sunda-Portugal, ditandatangani dalam tahun 1512. Sebagai imbalannya,
Portugis diberi akses untuk membangun benteng dan gudang di Sunda Kalapa serta
akses untuk perdagangan di sana. Untuk merealisasikan perjanjian pertahanan
keamanan tersebut, pada tahun 1522 didirikan suatu monumen batu yang disebut padrão di tepi Ci Liwung.
Meskipun perjanjian pertahanan
keamanan dengan Portugis telah dibuat, pelaksanaannya tidak dapat terwujud
karena pada tahun 1527 pasukan aliansi Cirebon - Demak, dibawah pimpinan
Fatahilah atau Paletehan, menyerang dan menaklukkan pelabuhan Sunda Kalapa. Perang
antara Kerajaan Sunda dan aliansi Cirebon - Demak berlangsung lima tahun sampai
akhirnya pada tahun 1531 dibuat suatu perjanjian damai antara Prabu Surawisesa
dengan Sunan Gunung Jati dari
Kesultanan Cirebon.
Dari tahun 1567 sampai 1579,
dibawah pimpinan Raja Mulya, alias Prabu Surya Kencana, Kerajaan Sunda
mengalami kemunduran besar dibawah tekanan Kesultanan Banten. Setelah tahun
1576, kerajaan Sunda tidak dapat mempertahankan Pakuan Pajajaran, ibu kota
Kerajaan Sunda, dan akhirnya jatuh ke tangan Kesultanan Banten. Zaman
pemerintahan Kesultanan Banten, wilayah Priangan (Jawa Barat bagian tenggara)
jatuh ke tangan Kesultanan Mataram.
Jawa Barat sebagai pengertian
administratif mulai digunakan pada tahun 1925 ketika Pemerintah Hindia Belanda membentuk
Provinsi Jawa Barat. Pembentukan provinsi itu sebagai pelaksanaan Bestuurshervormingwet tahun 1922,
yang membagi Hindia Belanda atas kesatuan-kesatuan daerah provinsi. Sebelum
tahun 1925, digunakan istilah Soendalanden (Tatar Soenda) atau Pasoendan, sebagai
istilah geografi untuk menyebut bagian Pulau Jawa di
sebelah barat Sungai Cilosari dan Citanduy yang sebagian besar dihuni oleh
penduduk yang menggunakan bahasaSunda sebagai
bahasa ibu.
Pada 17 Agustus 1945, Jawa Barat
bergabung menjadi bagian dari Republik Indonesia.
Pada tanggal 27 Desember 1949
Jawa Barat menjadi Negara Pasundan yang merupakan salah satu negara bagian dari Republik Indonesia
Serikat sebagai hasil
kesepakatan tiga pihak dalam Konferensi Meja Bundar: Republik Indonesia,
Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO), dan Belanda. Kesepakatan ini
disaksikan juga oleh United Nations Commission for Indonesia (UNCI) sebagai
perwakilan PBB.
Jawa Barat kembali bergabung
dengan Republik Indonesia pada tahun 1950.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar